Regional
Lapangan Merdeka Diminta Jadi Cagar Budaya, Pemko Medan Buka Suara
KawalSumut.Com – Sejumlah warga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Medan-Sumatera Utara (KMS M-SU) Peduli Lapangan Merdeka Medan mendesak Pemko memasukkan Lapangan Merdeka menjadi salah satu cagar budaya. Pemko Medan pun buka suara soal gugatan itu.
Salah satu kuasa hukum KMS M-SU Peduli Lapangan Merdeka Medan, Redyanto Sidi, mengatakan desakan ini bakal disampaikan lebih dulu ke Pemko Medan. Jika dalam 60 hari tak ada tindak lanjut, kata Redyanto, pihaknya bakal mengajukan gugatan ke pengadilan.
“Apabila setelah 60 hari notifikasi tidak diindahkan oleh Pemerintah Kota Medan, maka kita akan lanjut memasukkan gugatan citizen law suit. Apa artinya keinginan publik ingin mengembalikan sesuatu dalam hal ini adalah memerdekakan Lapangan Merdeka,” kata Redyanto di Lapangan Merdeka, Medan, Senin (24/8/2020).
Dia mengatakan tuntutan ini terkait dengan Perda 13 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Medan tahun 2011-2031. Perda tersebut dianggap belum melindungi Lapangan Merdeka, karena tidak menyebut secara tegas Lapangan Merdeka sebagai bagian dari cagar budaya.
“KMS M-SU Peduli Lapangan Merdeka Medan menilai bahwasanya LM (Lapangan Merdeka) Medan patut untuk masuk daftar cagar budaya karena memiliki nilai penting menurut sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan,” tuturnya.
Sebagai informasi, sejumlah pasal dalam Perda 13 tahun 2011 mengatur soal fungsi Lapangan Merdeka Medan. Antara lain, Lapangan Merdeka dinyatakan sebagai salah satu tempat berkumpul evakuasi bencana (Pasal 34 ayat 5), ruang evakuasi bencana (Pasal 47 ayat 3) dan ruang terbuka non-hijau atau RTNH (Pasal 46 ayat 4).
Sementara itu, kawasan yang termasuk cagar budaya diatur dalam pasal 39 ayat 4. Bunyinya:
Kawasan cagar budaya kota sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b ditetapkan di kawasan Polonia, kawasan Kota Lama Labuhan Deli (Toapekong Labuhan), Rumah-rumah Toko Pekong, Rumah-rumah Melayu, Mesjid Raya Labuhan, Bangunan yang semula Bea Cukai dan Stasiun Kereta Api Belawan, Kawasan Perumahan dan Pergudangan yang semula DSM (Deli Spoorweg Maatsehappij) di Pulo Brayan, Kawasan Istana Maimun, Kawasan Kampung Keling dan Kawasan Kesawan.
Pemko Medan pun buka suara terkait tuntutan yang telah disampaikan ke mereka. Menurut Pemko Medan, pemanfaatan Lapangan Merdeka Medan dilakukan lewat kebijakan pemerintah untuk warga.
“Lapangan Merdeka itu adalah milik Pemerintah Kota Medan berdasarkan sertifikat hak pakai yang sudah dikeluarkan oleh BPN Medan kepada kami. Jadi hak pakainya itu nomor 1652 Kesawan. Luasnya itu 44.000 meter persegi. Terkait kepemilikan lahan itu tadi sudah saya sampaikan, terkait pemanfaatannya itu bisa saja dilaksanakan untuk kebijakan pemerintah, untuk warganya,” Kabid Aset dan Investasi Pemko Medan, Sumiadi.
Dia mengatakan bakal berkoordinasi lebih lanjut terkait desakan dari warga soal Lapangan Merdeka Medan. “Kita lihat dulu nanti gugatannya bagaimana, bisa saja kita koordinasikan dengan SKPD yang lain,” tuturnya.
Sebelumnya, kritik soal pemanfaatan Lapangan Merdeka Medan juga disampaikan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi. Dia menilai harusnya Lapangan Merdeka dijadikan ruang terbuka hijau (RTH).
“Kata undang-undang 30 persen lapangan terbuka hijau. Ruang terbuka hijau. Kita masih 7-10 persen. Saya mohon maaf. Sumatera Utara ini 7-10. Medan ini 7 (persen). Undang-undang kita langgar,” ujar Edy saat Rakorda BPD Sumut di Medan, Kamis (27/2).
Aturan soal RTH di perkotaan ini diatur dalam UU nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dalam Pasal 29 UU 26/2007 itu disebut proporsi ruang terbuka hijau di wilayah kota paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota. Sementara pada ayat 3 disebutkan proporsi ruang terbuka hijau publik wilayah kota berjumlah 20 persen dari total luas wilayah.
Edy pun menyinggung Lapangan Merdeka yang digunakan untuk berjualan. Menurutnya, Lapangan Merdeka harusnya menjadi RTH untuk masyarakat. “Senangnya Merdeka Walk gitu, inilah orang Medan ini,” katanya.