Hukum

Candi Batak Pertama Ditemukan di Samosir, Potensi Wisata Budaya Baru Danau Toba

KawalSumut.Com – Tim Sarkopagus Indonesia (TSI) menemukan satu ‘Candi Batak’ di satu kawasan hutan perawan Desa Pardomuan Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir, 11 November lalu. Menurut Koordinator Tim Riset, Lucas Pertanda Koestoro, Candi Batak ini memiliki rupa yang mirip dengan candi-candi yang ada di Pulau Jawa atau Bali peninggalan dari Hindu atau Buddha.

“Obyek peninggalan leluhur Batak kuno ini memang betul-betul berupa candi, sehingga disebut ‘Candi Batak’ yang selama ini disebut Pagar Batu. Selain karena obyeknya memang terdiri dari bebatuan alam murni sebagai obyek budaya megalit, juga karena berbentuk ‘punden berundak’ seperti candi-candi yang ada di Pulau Jawa atau Bali,” ujar Lucas, Senin (9/12).

Lebih lanjut Lucas menjelaskan, obyek ritual kuno ini disebut Pundan Berundak karena bangunan batu itu serba bertingkat dari atas hingga puncak. Candi Batak atau Pagar Batu ini sendiri terdiri dari tiga tingkat, dengan usia diperkirakan sudah ribuan tahun.

Tim Sarkofagus Indonesia di Depan Candi Batak

Bagian bawah atau altar dasar batu atau candi Pagar Batu itu adalah areal pemukiman (huta) warga pemilik candi atau leluhur dari marga Situmorang. Tingkat kedua disebut Bontean atau rumah khusus kepala rumah tangga. Tingkat ketiga adalah semacam posko pantau atau Panatapan yang menghadap Danau Toba, dan tingkat keempat atau bagian puncak adalah area ritual atau pemujaan bagi kaum leluhur, yang kemudian dijadikan kompleks makam leluhur marga tersebut (Situmorang).

Temuan ini menjadi ‘Candi Batak’ pertama yang ditemukan. Penemuan ini tentunya memberi titik terang keterkaitan antara Paganisme (kepercayaan) masyarakat Batak Kuno dengan Hinduisme.

Hal ini terkait dengan paganisme masyarakat Batak yang telah lebih dulu mengenal mitologi dewa-dewi, jauh sebelum Kekristenan masuk ke Batak pada tahun 1800an. Dalam mitologi masyarakat Batak, dikenal lima dewa utama yakni Bataraguru, Soripada, Mangalabulan, Mulajadinabolon, dan Debataasiasi.

Mitologi ini tentunya memberi garis penghubung antara Paganisme Batak yang erat dengan Hindu. Apalagi konsep mitologi ketiga dewa utama Paganisme Batak yakni Bataraguru, Soripada, dan Mangalabulan dikenal dengan Debata Na Tolu (Dewa Tritunggal). Jika merujuk paparan J.C. Vergouwen (ahli hukum adat Batak), konsep Debata Na Tolu itu kemungkinan besar merujuk pada Trimurti (Brahma, Wisnu, Siwa) dalam kepercayaan Hindu.

Bataraguru menguasai Banua Toru (Dunia Bawah) dengan kuasa penciptaan (kreasi). Soripada menguasai Banua Tonga (Dunia Tengah) dengan kuasa pengelolaan (pelaksanaan). Mangalabulan menguasai Banua Ginjang (Dunia Atas) dengan kuasa pembaruan.

Apabila dikaji lebih jauh tentunya temuan dari Tim Sarkopagus Indonesia (TSI) ini dapat menjadi salah satu rujukan dalam memperkuat asal usul dari orang Batak dan menjadi salah satu objek wisata budaya di Danau Toba sebagaimana diungkapkan oleh Ir. Raya Timbul Manurung dari Badan Pariwisata Manurung.

“Bila dikembangkan ‘Candi Batak’ ini dapat menjadi salah satu objek wisata budaya di Danau Toba, apalagi saat ini pariwisata Danau Toba sedang digencarkan,” ujar Raya.

Sarkofagus yang merupakan nama tim riset ini berarti peti kubur batu yang terdiri dari wadah dan tutup yang pada ujung-ujungnya terdapat tonjolan, masyarakat batak setempat menyebutnya sebagai  batu sada, parholian ataupun paromasan.

Anggota Tim Sarkofagus Indonesia berasal dari berbagai kalangan di antaranya Lucas Partanda Koestoro dari Balai Arkelologi Sumatera Bagian Utara (Basbu) Medan selaku Koordinator Tim Riset, Ir. Raya Timbul Manurung, MSc dari Badan Pariwisata Sumatera Utara atau North Sumatera Tourism Board (Bawisda/ NSTB), Ir. Henry Hutabarat dari Sumatera Tourism Promotion Center (STPC), Anton Louis Pikal agen salah satu perusahaan travel, dan Dr. Ir. Daulat Situmorang MSi dari kalangan keturunan leluhur keluarga pemilik candi.

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close