Sosial Hukum

Pengamat Lingkungan Desak Pemprov Sumut Harus Berlakukan Aturan bagi Keramba Jaring Apung

KAWALSUMUT.COM – Pengamat lingkungan, Jaya Arjuna mengatakan, untuk melakukan pembekuan terhadap izin PT Aquafram Nusantara yang telah melakukan pencemaran lingkungan, harus melalui tahapan, berupa kajian apakah perusahaan itu terbukti atau tidak, Kamis (28/2/2019).

“Untuk melakukan penutupan perusahaan itu harus melalui tahapan, cuma bisa gak itu dibuktikan itu perbuatan disengaja atau tidak,” ujarnya.

Jaya Arjuna juga mengatakan, apa alasan dasar dari pemerintah memberikan sanksi administrasi kepada PT Aquafram Nusantara itu. Padahal perusahan itu sudah melakukan pencemaran lingkungan.

“Kalau hukuman sengaja dan tidak sengaja itu kan berbeda, izin admistrasi itu apa alasannya yang diberikan oleh Pemprov Sumut. Dan ini perlu dipertanyakan kepada DLH. Apa alasannya sehingga tindakan itu cuman administrasi saja. Kesalahan perusahaan itu bagaiaman, besar atau tidak,” ujarnya.

Ia menyampaikan, bahwa perusahaan itu diketahui sudah berulangkali melakukan perusakan lingkungan dengan cara serupa. Untuk itu, pemerintah saat ini masih diam, dan tidak melakukan tindakan tegas apapun.

‘Sudah berapa kali perusahaan ini melakukannya. Bukan hanya sekali perusahaan itu melakukan ini, sudah ada tiga atau empat kali. Apa yang DLH dan Pemprov Sumut dan Pemkab lakukan hingga saat ini. Dasar hukum itu kan ada,” kata dia.

Menurutnya, bila perusahaan atau perorangan melakukan pencemaran lingkungan, dengan membuang bangkai-bangkai ikan ke dasar perairan Danau Toba adalah bentuk hukum pidana.

“Kalau membuang ikan mati itu sebagai limbah, itu sudah hukum pidana,” ujarnya.

Selanjutnya, untuk proses hukuman apa yang dapat dilekatkan kepada perusaahan itu adalah gawean dari pihak kepolisian.

“Untuk proses hukumnya itu bisa dipertanyakan kepolisian. Membuang limbah itu ada sanksinya, kita gak tahu apa sanksinya karena polisi dan hakim yang menetapkan. Gara-gara itu perairan bisa rusak, jika terbukti air sudah rusak bisa dibilang itu adalah kerusakan lingkungan dan hukuman pidana,” ujarnya. Lalu ia mengatakan, sebenarnya mudah untuk mengetahui perairan tersebut telah tercemar atau tidak dengan cara menghitung jumlah produksi dan jumlah pakan yang telah diberikan perharinya.

“Gampang menghitung lingkungan tercemar atau tidak. Untuk menghitung berapa kali mereka melakukan kerusakan lingkungan. Kita lihat dari produksinya, dari pemberian pakannya, itu tidak bisa disembunyikan,” kata dia.

Apabila perusahaan menyampaikan tidak melakukan apapun, namun telah terbukti bersalah dengan cara menghitung jumlah produksi tesebut.

“Kalau perusahaan bilang tidak bersalah, maka kota hitung saja produksi ini apakah sudah sesuai dengan aturan atau tidak,” ucapnya.

Saat ini kata Jaya, air Danau Toba telah tercemar dengan banyaknya KJA yang beroperasi di perairan itu.

“Yang buktinya air danau Toba sudah menurun kualitasnya, ada perda yang mengatasi berapa banyak boleh untuk memproduksi ikan itu melalui keramba jaring apung,” ucapnya.

Dalam peraturan yang berlaku, menurutnya, untuk pengusaha KJA di Danau Toba hanya diberlakukan maksimal 10 ribuan ton produksi ikan. Apabila jumlah ini lebih, artinya air itu telah rusak dan tercemar akibat KJA ini

“Ada 10 Ribu ton yang diperbolehkan kalau tidak salah, bagikan kuota berapa untuk produksi ikan kepada perusahaan tersebut,” kata dia.

Ke depanya, ia meminta kepada pemerintah daerah untuk tegas dalam menerapkan peraturan yang sudah ada untuk diberlakukan kepada tiap-tiap perusahaan KJA yang berada di Danau Toba.

“Jalankan aja perdanya dengan konsikuen, kalau perdanya sudah bagus pertahanankan, tetapi kalau belum perbaiki,” katanya.

(Sumber: medan.tribunnews.com)

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close