EditorialEkonomi

Benarkah Standar Akuntansi Keuangan EMKM Memudahkan UMKM?

KawalSumut.Com – Ilmu akuntansi mempelajari sebuah standar yang dapat digunakan menjadi pedoman dalam melakukan pekerjaan. Standar akuntansi sebenarnya cukup banyak, tetapi pada essay ini hanya akan dibahas satu standar yang cukup menarik untuk dipahami bagi kalangan pengusaha kecil atau yang baru akan membuka usaha.

Standar Akuntansi Keuangan bagi Entitas Mikro, Kecil, dan Menengah atau bisa disingkat SAK EMKM merupakan standar yang digunakan oleh entitas atau kelompok usaha umkm. Sebelum ditetapkannya SAK EMKM, kelompok usaha UMKM menggunakan SAK ETAP (Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik).

Berdasarkan pemahaman, SAK ETAP sebenarnya cukup kompleks untuk digunakan oleh kelompok usaha UMKM karena memiliki neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Oleh karena itu, kelompok usaha UMKM merasa kesulitan untuk melengkapi seluruh laporan padahal kelompok usaha umkm biasanya hanya ingin mengetahui apakah usaha nya laba atau rugi dalam periode tersebut.

Seperti yang diketahui bahwa SAK EMKM merupakan standar akuntansi keuangan yang disahkan pada tanggal 24 Oktober 2016 dan sudah berlaku efektif pada 1 Januari 2018. Biasanya, SAK EMKM tersebut digunakan bagi entitas atau kelompok usaha yang belum memenuhi syarat yang ada pada SAK ETAP.

Umumnya, syarat yang harus ada untuk menggunakan SAK ETAP adalah tidak memiliki akuntabilitas publik dan tidak menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum. Oleh karena itu, biasanya kelompok umkm menggunakan SAK EMKM karena mereka tidak menerbitkan laporan keuangan kepada eksternal. Selain itu, syarat laporan yang harus ada pada SAK EMKM sebenarnya lebih sederhana untuk dipahami sehingga dapat memudahkan kelompok usaha umkm untuk mengetahui laba atau rugi.

Berdasarkan UU No 20 Tahun 2008, tertulis bahwa kriteria usaha mikro jika memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000 dan memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000, sedangkan untuk kriteria usaha kecil adalah jika memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000 sampai paling banyak Rp 500.000.000 dan memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000 sampai dengan paling banyak adalah Rp 2.500.000.000, dan yang terakhir adalah kriteria usaha menengah jika memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000 sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000 dan memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000 sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000 dimana dari semua kriteria di atas tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Walaupun SAK EMKM merupakan standar yang paling mudah dan ringkas dari semua standar yang ada dan berlaku, tetapi masih banyak juga UMKM yang terkendala untuk memenuhi standar tersebut di mana ada berbagai faktor yang mempengaruhi. Berdasarkan wawancara saya dengan rekan saya yang memiliki sebuah toko kecil di Medan dikatakan bahwa alasan dia tidak memakai embel standar untuk laporan keuangan nya karena ia tidak memiliki dasar ilmu akuntansi dan kalaupun harus merekrut seorang pekerja lulusan akuntansi hanya untuk mengerjakan laporan sesuai dengan SAK EMKM maka biaya yang dikeluarkan juga bertambah dan sangat tidak sebanding dengan pendapatan yang didapat. Selain itu, rekan saya juga mengatakan bahwa ia hanya ingin mengetahui apakah dia untung atau rugi dan tidak terlalu peduli dengan standar apa yang harus digunakan bagi umkm sepertinya.

Dari hal tersebut, dapat dikatakan bahwa SAK EMKM sebenarnya belum terlalu efektif digunakan jika DSAK tidak membuat atau menyediakan fasilitas yang memadai, seperti sudah tersedia template laporan keuangan yang dapat diunduh kapan saja dan di mana saja.

Selain itu, melihat bahwa tidak hanya satu umkm saja yang tidak mengerti cara mengisi laporan keuangan maka seharusnya DSAK membuat video tutorial dan langkah-langkah untuk memandu para umkm memahami tentang akuntansi dasar yang dapat digunakan untuk memenuhi standar.

Sebagai penutup, saya juga sempat bertanya kepada rekan saya apakah dia bersedia untuk mengikuti pelatihan dan tutorial jika DSAK menyediakan fasilitas untuk membantu proses pelaporan? Rekan saya tersebut menjawab dengan kurang antusias karena sudah tertanam dalam pikiran nya bahwa umkm tidak terlalu penting untuk menggunakan standar.

Hal ini juga bisa menjadi perhatian bagi DSAK untuk lebih mensosialisasikan dan menarik perhatian umkm untuk memahami SAK EMKM tersebut karena tujuan awal DSAK membuat SAK EMKM adalah karena DSAK memiliki pandangan bahwa umkm yang ada di Indonesia dapat meningkatkan perekonomian yang ada dan juga agar lebih banyak investor yang berinvestasi untuk umkm sehingga untuk mencapai tujuan awal tersebut, DSAK seharusnya mempersiapkan segala sesuatu lebih baik sebelum disahkan dan diberlakukan standar tersebut.

Referensi:

KUKM. (2008). UU No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha, Mikro Kecil, dan Menengah diakses 17 Desember 2022, dari https://kukm.babelprov.go.id/content/uu-no-20-tahun-2008-tentang-usaha-mikro-kecil-dan-menengah

Khurin. (2021). Optimalisasi Akuntabilitas UMKM dengan SAK EMKM diakses 20 Desember 2022, dari https://konsultanku.co.id/blog/optimalisasi-akuntabilitas-umkm-dengan-sak-emkm

Penulis:

Lucy Grace Ariestha Manurung, Mahasiswa Program Studi Akuntansi, Fakultas Bisnis, Universitas Kristen Duta Wacana

Tags
Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close