OPINI
Curat Berkedok Satgas? Raibnya Timah di Smelter Sitaan Negara Uji Nyali Negara Menegakkan Hukum

KawalSumut.com ~ Raibnya sekitar 300 ton balok timah dari gudang PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) di Pangkalpinang bukan sekadar peristiwa pencurian biasa. Kasus ini merupakan alarm keras bagi negara, khususnya aparat penegak hukum, tentang rapuhnya sistem pengawasan terhadap aset sitaan negara yang seharusnya berada dalam pengamanan ketat Kejaksaan Agung RI, di tengah pusaran perkara mega korupsi timah bernilai ratusan triliun rupiah.
Publik wajar terkejut, bahkan marah. Bagaimana mungkin ratusan ton komoditas strategis yang tidak hanya bernilai ekonomi tinggi, tetapi juga berstatus barang bukti perkara besar dapat diangkut pada malam hari menggunakan alat berat, tanpa dokumen resmi, tanpa surat perintah, dan tanpa pengawalan aparat negara yang sah? Peristiwa ini menimbulkan pertanyaan mendasar: di mana negara saat aset sitaan itu dikeluarkan?
Sebagai aset sitaan negara, smelter PT SIP seharusnya berstatus objek vital penegakan hukum. Konsekuensinya, setiap aktivitas keluar-masuk barang mesti tercatat, terverifikasi, dan dilandasi prosedur hukum yang ketat. Ketika mekanisme itu runtuh, publik berhak mencurigai adanya kegagalan serius dalam sistem pengamanan, baik karena kelalaian maupun faktor lain yang lebih sistemik.
Situasi menjadi semakin mengkhawatirkan ketika muncul informasi bahwa pihak-pihak yang melakukan pengangkutan mengaku sebagai Tim Satgas Nenggala, bahkan disebut bertindak atas nama PT Timah, serta didampingi oknum wartawan. Klaim semacam ini, apabila benar, justru memperdalam krisis kepercayaan publik. Penggunaan atribut satgas atau nama lembaga negara tanpa dasar hukum yang sah merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip negara hukum.
Dalam sistem hukum yang sehat, tidak ada lembaga atau individu yang kebal prosedur. Surat tugas, surat perintah, dan dasar hukum yang jelas merupakan prasyarat mutlak. Tanpa itu, pengangkutan aset sitaan negara tidak dapat disebut sebagai penegakan hukum, melainkan berpotensi kuat sebagai kejahatan terorganisir yang berlindung di balik simbol kewenangan.
Kasus ini juga membuka ruang pertanyaan yang lebih tajam: apakah lemahnya pengawasan murni akibat kelalaian, atau justru kesengajaan? Sulit diterima akal sehat jika pengangkutan ratusan ton timah dengan alat berat dan kendaraan besar, yang berlangsung dalam rentang waktu tertentu, tidak terdeteksi atau tidak dicegah. Terlebih, informasi menyebutkan bahwa pihak keamanan perusahaan sempat memergoki dan mendokumentasikan kejadian tersebut.
Jika gudang aset sitaan negara dapat “dijebol” dengan cara demikian, maka integritas sistem pengamanan aset negara patut dipertanyakan secara nasional, bukan hanya di Bangka Belitung. Ini bukan lagi isu lokal, melainkan soal tata kelola hukum dan wibawa negara.

Publik kini menaruh harapan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk memastikan penanganan kasus ini berjalan transparan dan menyeluruh melalui Kapolri dan Jaksa Agung RI. Penegakan hukum tidak boleh berhenti pada pelaku lapangan semata, melainkan harus mengungkap aktor intelektual, termasuk jika terdapat oknum aparat, pejabat, atau pihak yang bersembunyi di balik nama lembaga negara.
Lebih jauh, kasus ini semestinya menjadi ujian nyata komitmen negara dalam memberantas mafia timah yang selama ini membelit Bangka Belitung. Jika aset sitaan negara saja tidak aman, pesan yang sampai ke publik adalah bahwa hukum masih mudah dikalahkan oleh kekuasaan bayangan dan kepentingan gelap.
Kasus 300 ton timah ini bukan hanya soal kerugian material, tetapi menyangkut wibawa negara. Negara tidak boleh kalah oleh oknum yang mencatut nama satgas, institusi, atau perusahaan pelat merah. Jika dibiarkan, preseden ini berpotensi menormalisasi kejahatan atas nama kewenangan.
Kini bola panas berada di tangan aparat penegak hukum. Publik Bangka Belitung dan Indonesia menunggu jawaban: apakah hukum benar-benar ditegakkan, atau kembali dikalahkan oleh skenario gelap di balik tambang dan timah?
Penulis : Rikky Fermana, S.IP.,C.Med, C.Par, C.NG, C.IJ, C.PW (Penanggungjawab KBO Babel, Ketua DPD Pro Jurnalismedia Siber/PJS Babel, Ketua DPW IMO Indonesia dan Kontributor Berita Nasional) Berita Opini
Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan atau keberatan dalam penyajian artikel, opini atau pun pemberitaan tersebut diatas, Anda dapat mengirimkan artikel dan atau berita berisi sanggahan atau koreksi kepada redaksi media kami, sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (11) dan ayat (12) undang-undang No 40 tahun 1999 tentang Pers.


