RegionalTrend & Life StyleWisata

Kurang Diperhatikan, Yayasan Pusuk Buhit: Hari Ulos Tetap Berlangsung di Titik Nol Peradaban Batak Sianjur mulamula

SAMOSIR, KawalSumut.com – Meski tanpa dukungan resmi dari Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution dan Bupati Samosir Vandiko T. Gultom, peringatan Hari Ulos Nasional pada 17 Oktober 2025 tetap akan dilaksanakan. Kegiatan tahun ini dipusatkan di Titik Nol Peradaban Batak, yang terletak di Limbong, Sianjurmula-mula, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara.

Ketua Yayasan Pusuk Buhit, Efendy Naibaho, bersama Sekretaris Panitia Hari Ulos 2025, Marihot Simbolon, menjelaskan bahwa peringatan tahun ini akan berlangsung secara sederhana. “Selain keterbatasan anggaran dan minimnya dukungan pemerintah daerah, kami juga mengikuti imbauan Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan efisiensi anggaran,” ujar Efendy kepada wartawan di Pangururan, Rabu (8/10/2025).

Menurut catatan sejarah, Hari Ulos sebelumnya pernah dirayakan di berbagai lokasi penting di Tanah Batak, seperti Perkampungan Si Raja Batak, Jembatan Tano Ponggol, hingga Medan dan Balige. Tahun ini, panitia memilih lokasi bersejarah di Sianjurmula-mula, yang diyakini sebagai tempat asal mula Bangso Batak.

Titik Nol Peradaban Batak sendiri dibangun atas prakarsa Punguan Pomparan Limbong Mulana Indonesia (PPLMI) di bawah pimpinan Brigjen (Purn) Dr. Benhard Limbong, S.H., M.H., dengan perkiraan biaya mencapai Rp3 miliar. Tokoh masyarakat setempat, Saut Limbong, menjelaskan bahwa pembangunan simbol tersebut bertujuan mempertegas identitas asal muasal masyarakat Batak. “Sianjurmula-mula adalah Sianjurmula Tompa, awal kehidupan orang Batak,” ujarnya.

Panitia berharap Benhard Limbong dapat berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan peringatan tahun ini. “Kami berharap beliau berkenan menjadi Ketua Umum Panitia Hari Ulos 2025,” kata Efendy.


Makna dan Sejarah Ulos

Ulos merupakan warisan budaya suku Batak yang memiliki nilai filosofis mendalam. Berdasarkan keterangan dari laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, ulos telah ada sejak lebih dari 4.000 tahun lalu, bahkan sebelum bangsa Eropa mengenal tekstil.

Secara harfiah, ulos berarti “selimut”, yang pada masa lalu digunakan masyarakat pegunungan Batak sebagai penghangat tubuh. Dalam pandangan adat, ulos melambangkan kehangatan, perlindungan, dan berkat, sejalan dengan tiga unsur kehidupan manusia: darah, napas, dan panas (kehangatan).

Dalam tradisi Batak, ulos digunakan dalam berbagai upacara adat seperti pernikahan, kelahiran, dan kematian. Prosesi pemberian ulos atau mangulosi merupakan simbol kasih dan restu, yang berarti memberikan perlindungan kepada penerima.


Ragam Jenis Ulos Batak

Beragam jenis ulos memiliki fungsi dan makna yang berbeda, di antaranya:

  • Ulos Ragi Hotang, diberikan kepada pengantin sebagai simbol restu pernikahan.
  • Ulos Mangiring, diberikan kepada anak pertama sebagai harapan akan keturunan yang berkelanjutan.
  • Ulos Bintang Maratur, diberikan kepada seseorang yang meraih prestasi seperti memiliki rumah baru.
  • Ulos Sibolang, dikenakan dalam suasana duka cita.
  • Ulos Suri-suri Ganjang, dipakai oleh orang tua saat memberikan berkat kepada anak perempuan dalam upacara pernikahan.

Selain itu, terdapat pula ulos jenis lain seperti Ulos Bolean, Ulos Antakantak, Ulos Pinuncaan, dan Ulos Simarinjam Sisi, yang masing-masing memiliki konteks penggunaan adat tersendiri.


Ulos di Era Modern

Kini, motif ulos tidak hanya digunakan dalam upacara adat, tetapi juga diolah menjadi berbagai produk modern seperti pakaian, tas, ikat kepala, dompet, dan aksesori lainnya. Nilai simboliknya tetap dijaga, namun tampil dalam bentuk yang lebih universal sehingga dapat digunakan oleh masyarakat luas, termasuk non-Batak.

Meski sederhana, peringatan Hari Ulos 2025 diharapkan tetap menjadi momentum penting untuk melestarikan warisan budaya Batak dan memperkuat identitas bangsa di tengah arus modernisasi. (Bee/Red)

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close